Categories
Uncategorized

Refleksi tentang Dialektika Bahasa menurut Walter Benjamin (1892-1940)

Pada pemikiran Walter Benjamin, bahasa dipahami sebagai momen generatif [dengan Nabi Adam sebagai Filsuf pertamanya], yang dalam perjalanan sejarah manusia, ketunggalan bahasa ini lalu tercerai-berai dalam peristiwa menara Babel (kejatuhan bahasa yang kedua kalinya yang merusak cita-cita manusia untuk menunggalkan bahasa) sehingga lalu tugas kita adalah di satu sisi menafsirkan keragaman bahasa itu, dengan tujuan membuat kita jadi saling memahami; di sisi lain mencari makna asalinya yang sudah “hilang ditelan waktu” (kairos)— sebagaimana pencarian Marcel Proust (1871-1922) dalam karya seminalnya À la recherche du temps perdu (1906-1922).

Menurut Husnan (2021), mengutip verbatim paper singkatnya yang disampaikan saat Webinar, “Benjamin menyatakan bahwa bahasa yang dianalisis berdasar pandangan arbitrer menandakan Kejatuhan (Fall). Benjamin meyakini adanya Ursprache atau bahasa asli dan murni. Ketika manusia tersingkir dari surga, bahasa juga mengalami suatu kejatuhan. Bahasa tercerai-berai ke dalam keanekaragaman bahasa yang tidak murni lagi dan menjadi tugas sang penerjemah untuk memurnikan atau mengemansipasikannya kembali. Dengan begitu, Benjamin mengkritik teori tanda dari bahasa, yang menjadi basis bagi filsafat bahasa Saussure, untuk kemudian dielaborasi ulang, didekonstruksi, seraya menganggapnya sebagai satu konstruksi borjuis. Tema mendasar dari filsafat bahasa Benjamin ialah bagaimana bahasa mengalami kehancuran dan tercerai-berai ke dalam aneka bahasa manusia, yang dianggapnya telah tercerabut dari asal-muasalnya yang bersifat ilahi.” Jadi, motif Dialektika Bahasa Benjamin adalah selain Genesis, juga Redemption (Penebusan).

Sementara, pada pemikiran Bourdieu dalam Outline of a Theory of Practice (terjemahan Richard Nice, 1977), bahasa ditegaskan dialectic moment-nya: antara constitutive powernya yg membentuk skemata-skemata berpikir, norms, grammars, etc & practices moment dlm habitus para pengguna/penuturnya.

Anehnya, Bourdieu tidak pernah merujuk satupun karya-karya Walter Benjamin terkait bahasa ini, melainkan merujuk ke konseptualisasi tentang bahasa dari pemikir strukturalis Ferdinand de Saussure (1857-1913) dalam Cours de linguistique générale (1916) maupun Fundamentals of Language (terjemahan Morris Halle, 1956) karya seorang pionir kajian bahasa struktural & polisemis, Roman Jakobson (1896-1982).

Terimakasih bung Khudori Husnan utk paparannya yang jenial tentang pemikiran Walter Benjamin bertajuk, “Dialektika di Halte; Mengusut Gaya Filsafat Walter Benjamin” dalam Webinar Diskusi “Jangan Lupa Selasa”, 7 September 2021, 7-9 PM, persembahan Alumni S2 STF Driyarkara.

Flyer menyusul ditampilkan di bawah ini.

By Hendar Putranto

I am a doctorate student in Communication Science, FISIP Universitas Indonesia, starting in 2019. Hope this blog fulfills my studious passion to communicate?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *