Categories
Uncategorized

Persaingan dan Pertarungan Etis Agensi Manusia & Mesin: Jangan Kasih Kendor!

Kata-kata kunci:
Aligning (fine-tuning) machines with human values; moral agency: autonomy & responsibility, moral thinking, and moral progress; programming our (human) ethics into machines: craftwork; the process of moral decision-making: human flourishing; from failure to act ethically to designing AI that assists us to advance our moral agency.

Kunci pemahamannya ada 5:
1) Manusia itu agen, termasuk agen moral, jadi jangan sampai ia melepaskan/mendelegasikan kapasitas ini kepada mesin.
2) Manusia itu makhluk yang penuh kekurangan, flawed; ia mudah menyalahkan pihak lain, misalnya. Kekurangan lainnya: permisif dan nggampangke persoalan; ia juga acapkali terkecoh hal yg wow dan emosinya diaduk2 pesan2 yg menyentuh kalbu (meskipun itu hoax).
3) Tugas kita dalam merumuskan dan menjalankan etika belum selesai; masih banyak lubang2 kekeliruan yang ke dalamnya manusia masih sering jatuh. Persis di sinilah kita perlu mengembangkan alat dan konsep/pemahaman terkait AI & Etika AI yang dapat menopang/menjaga/membantu kita supaya tidak mudah jatuh ke “lubang yang sama.”
4) Kunci mengatasinya ada pada kolaborasi lintas-bidang keilmuan & mengembangkan komunikasi yang (lebih) efektif lewat berdialog dengan berbagai pendekatan dan cara-pandang.
5) Salah satu perbedaan besar antara manusia dengan kecerdasan mesin adalah “level kemudahan dan kecepatan berbagi informasi.” Dalam arti tertentu, kecerdasan mesin lebih unggul daripada (kecerdasan natural) manusia untuk dua hal ini. Karenanya, kita tidak perlu bersaing dengan mesin dalam dua aspek ini. Yang perlu kita kembangkan adalah seni kriya dalam pengertian “craftwork.” Mengapa seni kriya? Karena dalam seni kriya, manusia bukan hanya mengembangkan penguasaan terhadap alat yang diciptakannya namun ia juga mengasah/menempa dirinya untuk memiliki sejumlah keutamaan (karakter), seperti kesabaran, ketekunan, kegigihan, kecermatan, dan keluwesan.

Berikut kutipan-kutipan langsung dari artikelnya (dalam format .jpeg):

Catatan kritis:
Esei pendek yang ditulis Boddington ini, dalam sejumlah arti kurang memerhatikan perkembangan diskursus dalam Filsafat dan Etika Informasi yang sudah berlangsung sejak akhir 1990-an dan awal tahun 2000 yang dipelopori oleh, di antaranya, Rafael Capurro, Charles Ess, Luciano Floridi, James Moor, Deborah Johnson, Terrell Ward Bynum, Herman T. Tavani, Mariarosaria Taddeo, Richard Volkman, dan beberapa lainnya. Dua pokok yg diabaikan Boddington adalah soal paradigma “moral patience” alih2 moral agency (Floridi) & (inter-)cultural sensitivity towards information and Internet (Capurro, Ess).

Ringkasan ini diambil dari jurnal AI and Ethics
DOI: https://doi.org/10.1007/s43681-020-00017-0
Judul artikel: AI and moral thinking: how can we live well with machines to enhance our moral agency?
Penulis: Paula Boddington
Tahun publikasi: 2020
Profesi penulis: Researcher from New College of the Humanities, London.

By Hendar Putranto

I am a doctorate student in Communication Science, FISIP Universitas Indonesia, starting in 2019. Hope this blog fulfills my studious passion to communicate?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *