Categories
Uncategorized

[random thoughts in March 2023] dibuang sayang baiknya diposting aja

Konteks Penemuan dan Konteks Justifikasi, terminologi distingtif yang biasanya dipakai dalam Filsafat Sains, terutama sejak dicetuskan filsuf dan sejarawan Sains terkemuka, Thomas Kuhn dalam adikaryanya, The Structure of Scientific Revolutions (1962). Konteks Penemuan biasanya merujuk pada tahap/proses penelitian sebelum ada temuan ilmiah yg diklaim, misalnya tentang potensi bias2 kultural politis dll yg ada pada diri peneliti dan bagaimana ini dapat memengaruhi hasil temuan; sementara Konteks Justifikasi lebih menekankan pada validitas hasil temuan (post-facto).

Beberapa postingan lainnya membahas tentang:

*) locus support moril sesama pejuang disertasi diharapkan datang dari sesama rekan seangkatan

*) Empat tesis yg diajukan Walter Benjamin tentang Reproduksi Karya Seni merujuk pada karya kritisisme budaya yg pernah ditulisnya yaitu The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction (1935). Tesis ini merupakan hasil pembacaan tajam dan cermat dari Prof. Francisco Budi Hardiman yg dapat ditemukan dalam bukunya yg terbaru, Aku Klik maka Aku Ada: Manusia dalam Revolusi Digital (Yogyakarta: Kanisius, 2021) yg kemudian kuringkas kembali dan disajikan dalam postingan WA.

*) Ternyata penggunaan term “Nomothetic” dan “Ideographic” sudah lumayan lumrah diajukan oleh para dosen ahli penguji sidang hasil penelitian di Program Studi Doktoral Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia. Distingsi di antara keduanya diajukan filsuf Neo-Kantian asal Jerman bernama Wilhelm Windelband (1848-1915) yang mengacu pada dua metode yang berbeda untuk ranah ilmu2 pasti alam (“nomothetic method”) dan ilmu2 kesejarahan (“idiographic method”). Argumen utamanya berkisar pada pandangan bahwa Sejarah adalah Sains [Wissenschaft] yang mencoba menangkap karakter unik, tidak berulang, dan individual dari realitas. Pandangannya ini berpengaruh pada debat selanjutnya soal metode kesejarahan (historical method) (Kinzel, 2020).

Kinzel, Katherina, “Wilhelm Windelband”, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Summer 2021 Edition), Edward N. Zalta (ed.), URL = .

Kebetulan tempo hari baca-baca tulisan Robert T. Craig (2013) yg ternyata menyebutkan hal yg sama dalam soal pemodelan dan theorizing untuk Keilmuan Komunikasi, khususnya yg menggunakan pendekatan critical interpretive theories.

Berikut screenshots nya:

*) Sebelum Luciano Floridi merangkum gagasan besarnya tentang Filsafat dan Etika Informasi pada 2011 dan 2013 (Penerbit: Oxford University Press), seorang filsuf Amerika kontemporer bernama Terrel Ward Bynum sudah lebih dulu memikirkan dan memublikasikan sejumlah karya tulis yg membahas tentang Etika Komputer, yg di antaranya pernah dipublikasikan dengan judul “The Foundation of Computer Ethics,” topik pembicara kunci dalam Konferensi AICEC99 di Melbourne, Australia, pada Juli 1999 dan yg kemudian dimuat di jurnal Science and Engineering Ethics 6 (2000)

Berikut screenshots dari tulisannya yg mengacu ke laman yg ditulisnya di Stanford Encyclopedia of Philosophy beberapa tahun setelah publikasi awalnya. (https://leibniz.stanford.edu/friends/members/view/ethics-computer)

Moga-moga saja random thoughts ini bermanfaat sebagai trigger untuk memacu diskusi yg sehat dan berkelanjutan ttg sejumlah topik di atas.

cheers,

Hendar Putranto

By Hendar Putranto

I am a doctorate student in Communication Science, FISIP Universitas Indonesia, starting in 2019. Hope this blog fulfills my studious passion to communicate?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *