Categories
Uncategorized

Menyoal Kepengarangan Majemuk, Otentisitas, dan Kendali Penulisan Ilmiah untuk Publikasi

Selama proses penulisan laporan disertasi (pertengahan 2022 s/d awal Nov. 2023), sidang hasil pertama (30 Nov 2023) dan tahap revisi setelahnya, termasuk dalam sesi bimbingan dengan Tim Promotor disertasi saya, acapkali saya menjumpai munculnya diskusi terkait fenomena dilema moral dan etis dari authorship (kepengarangan).

Isu dilema moral-etis terkait kepengarangan ini “tadinya” bukanlah objek analisis yang jadi perhatian utama saya dalam penulisan bab laporan hasil penelitian disertasi, karena yang pertama-tama saya cari dalam disertasi saya adalah bagaimana merumuskan (prinsip, prosedur, gugus nilai) Etika Komunikasi pada Era Digital dengan bertolak dari pengalaman dan praktik penulisan ilmiah kolaboratif para dosen dan peneliti keilmuan Komunikasi yang bekerja di lembaga pendidikan tinggi (Universitas) yang ada di Indonesia.

Dalam sejumlah riset disiplin keilmuan yang berhaluan empiris (keilmuan Komunikasi salah satunya), persoalan
authorship tidak dapat dilepaskan dari tiga kajian corollary issues berikut ini: metrics [atau, persisnya, quantitative/metrics-centric assessment, lih. Forsberg, dkk., 2022], scientific misconduct and unethical practices untuk menyiasati aneka kepentingan di balik klaim atas kepengarangan (salah satunya adalah soal plagiarisme, lih. Balve, 2014; tapi juga soal honorary/guest and ghost authorship; lih. Teixeira da Silva & Dobránszki, 2016) dan persoalan manajerial peningkatan karir akademis berbasis publikasi (lih. Ponomariov & Boardman, 2016; Thatje, 2016; Altomare, 2019)

Sementara itu, dalam disiplin keilmuan yang lebih condong berhaluan reflektif-filosofis, persoalan authorship pada umumnya lebih sering dikaitkan dengan pertanyaan dan dibahas dalam perdebatan soal orisinalitas (gagasan) dan otentisitas [lih. Berthold, 2022; Berardi, Filosa, & Massimo, 2021: 2)], agency atau kepelakuan (misalnya soal power, responsibility, and creation, lih. Hick, 2014), dan collective intentionality, khususnya dalam kajian Fenomenologi dan Filsafat Kesadaran (lih. Schweikard & Schmid, 2021).

Dua ranah yang berbeda di atas (ada yang lebih berbasis empiris-teknis-manajerial; ada juga yang lebih berbasis mental/psikologis/fenomenologis dan reflektif-filosofis) menjadi latar kontekstual yang menghasilkan foci serta pendekatan untuk melihat persoalan secara berbeda pula. Sejumlah penulis yang saya rujuk di atas (khususnya yang pro pendekatan empiris-teknis-manajerial) lebih condong mempersoalkan bagaimana meningkatkan akuntabilitas peran dan kontribusi dari masing-masing pengarang pada hasil karya ilmiah yang dipublikasikan sehingga lebih menjamin prinsip keadilan berdasarkan distribusi peran dan tanggungjawab (fairness); sementara, sejumlah penulis lain lebih menyoal bagaimana di tengah ledakan informasi pada era digital ini, otentisitas dan orisinalitas gagasan yang tertuang dalam tulisan ilmiah dapat lebih disoroti dan diapresiasi, terlepas dari apa medium penulisannya dan siapa yang berkontribusi dalam tim penulis.

(to be continued soon)

By Hendar Putranto

I am a doctorate student in Communication Science, FISIP Universitas Indonesia, starting in 2019. Hope this blog fulfills my studious passion to communicate?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *