Belajar dari buku Moral Minds: How Nature Designed Our Universal Sense of Right and Wrong karya Marc D. Hauser (Ecco/HarperCollins Publishers, 2006).
Ide pokok (tesis) yang ditawarkan dan dipertahankan Hauser dalam buku ini relatif sederhana:
Naluri moral yang kita miliki itu bertumbuh kembang secara alamiah sejak kecil sampai dewasa sehingga (sampai pada titik di man) kita dapat dengan cepat memutuskan mana yang benar dan mana yang salah berdasarkan “unconscious grammar of action” (berikutnya akan disingkat dengan UnGrAct).
Dari mana asalnya UnGrAct ini? sebagiannya lewat proses seleksi alamiah seperti diajukan teori Darwin, sebagian lagi ditambahkan belakangan lewat sejarah evolusioner yang melekat khas pada spesies manusia, dan terutama lewat sebuah naluri purba yang (sayangnya jarang dibahas) bernama bahasa.
Ada dua pemikir dan karya yang dijadikan rujukan ketika membahas peran bahasa dalam evolusi kesadaran moral manusia ini. Pertama karya2 Noam Chomsky pada sekitar tahun 1950-an, kedua karya Steven Pinker dalam The Language Instinct (1994). Alih-alih memahami bahasa sebagai produk sosial yang bervariasi antar budaya, maupun peran pengalaman dalam mempelajari sebuah bahasa (kajian psikologi belajar), Hauser menyarankan agar kita mengikuti tradisi ilmu biologi yang melihat bahasa sebagai sebuah alat (organ) yang didesain secara khusus dan menjadi fitur khas pikiran manusia yang berlaku secara universal.
Menurut pandangan biologi evolusioner, bahasa memiliki gramatika yang bersifat universal dan tersembunyi di dalam setiap spesies yang memampukan kita untuk menyusun sendiri bahasa-bahasa yang lebih khusus (spesifik). Sekalinya kita menangkap (menguasai) bahasa ibu kita, kita lalu dapat berbicara dan memahami apa yang orang lain katakan tanpa harus ribet-ribet menalar atau dengan sadar mengakses prinsip2 yg mendasari bahasa ibu tsb. Sejajar dengan premis ini, secara analog Hauser berargumen bahwa kesadaran moral kita juga bekerja seperti itu, “our moral faculty is equipped with a universal moral grammar, a toolkit for building specific moral systems.”
Sekalinya kita memperoleh (menguasai) norma-norma moral spesifik yang hidup (jadi tradisi) dalam budaya kita sendiri, maka dengan cepat (nyaris spontan tanpa pikir panjang) kita dapat membedakan dan memutuskan mana tindakan yang dibolehkan, diwajibkan, terlarang, tanpa harus ribet-ribet mealar atau mengenali prinsip-prinsip yang mendasari tradisi/aturan/norma tersebut.
Jadi, ringkasnya, dalam buku ini Hauser menawarkan cara berpikir yang organis (biologis) + esensialis tentang landasan moral kita dengan menggunakan analogi dari temuan2 terbaru riset ilmu biologi evolusioner alih-alih mencantelkan landasan moralitas (mewarisi) prinsip moral tersebut dari dua sumber yg dianggap dominan selama ini yaitu norma2 agama (juga filsafat) maupun dari aturan2 penguasa (pemerintah), termasuk lewat jenjang pendidikan formal yang dikurikulumkan.
Berikut Epilog dari buku ini dalam bentuk screenshot: