Categories
Uncategorized

[DAY_EIGHTYNINE] Double Webinars: Refleksi Filosofis dan Etis ttg Covid-19 & PANDEMI punya CERITA: Jumpalitan Industri Film Indonesia

Semoga bermanfaat!

PANDEMI punya CERITA: Jumpalitan Industri Film Indonesia
BiNar 22 Juli 2020 jam 20-22.00 WIB

Pertanyaan Hendar:
Kalau dulu pas zaman Kapitalisme Industru para buruh (klas proletar) berjuang mengatasi nasib dieksploitasi tenaganya oleh klas borjuis (para pemilik modal dan mesin2 produksi), apakah pada zaman Kapitalisme Digital ini, teman2 seniman film sebagai bagian dari digital creative workers. Ada ahli yg menyebutnya sebagai kelas baru yaitu Precariat (Michael Hardt dan Tony Negri, 2000, Empire; Guy Standing, 2011, The Precariat: The New Dangerous Class, London dan New york: Bloomsbury Academic) punya/berniat/mengkonsolidasi diri dlm Serikat Pekerja Media utk meyuarakan kepentingan2 klas Precariat yg selama ini cenderung (maaf kalau saya keliru) diabaikan baik oleh para investor maupun negara?

*) Kutipan: “Symbols matter. They help unite groups into something more than a multitude of strangers. They help in forging a class and building identity, fostering an awareness of commonality and a basis for solidarity or fraternité. Moving from symbols to a political programme is what this book is about. The evolution of the precariat as the agency of a politics of paradise is still to pass from theatre and visual ideas of emancipation to a set of demands that will engage the state rather than merely puzzle or irritate it” (Standing, 2011: 3).

[Jawaban dari mas Tito]

Standar kompetensi film (sertifikasi) dalam Industri Film, ada 160-170 bidang profesi yg berbeda, ada beberapa klp besar/departemen, misalnya:
*) Kamera
*) Suara
*) Editing
*) Art
*) Produksi, Produser + anak buah
*) Sutradara
*) Penulis Naskah
*) Special Effects, Animator
*) Dokumenter
msg2 klp ini punya asosiasi (sutradara, kamera, penulis naskah, art, casting, dst)
yg tdk ada asosiasi adalah krew yg di bawah2, ini yg plg kasihan.
dlm usaha tambal sulam penanggulangan dampak Covid-19 ini, disalurkan dana bantuan lewat asosiasi2 ini kpd krew bawah yg tdk punya asosiasi.
BPI (Badan Perfilman Indonesia), pengurus dibentuk lewat Kongres dari sejumlah asosiasi ini, ada yg campuran bbrp profesi, aktor pny bbrp asosiasi, ada empat atau lima.
Asosiasi ini bisa jadi kayak Serikat Buruh? Ya lumayan mereka bisa membuat standar harga, posisi tawar yg lebih baik, tapi sayangnya krn ada berbagai asosiasi, kameramen yg ikut asosiasi Indonesian Cinematographer Society, ada juga yg kameramen yg jd anggota di Asosiasi lain. Tapi Asosiasi2 ini msg2 punya program memberdayakan anggotanya dan memastikan di dlm sertifikasi kompetensi ini ada level berapa2, dibekali dlm asosiasi msg2.
Ketika dlm kongres BPI, ada juga Asosiasi Produser, Perusahaan Film, Pengusaha Bioskop termasuk juga dari yg diundang dalam BPI.
Produser ini ada yg punya perusahaan film, punya slot di bioskop setahun 10 film,
ada produser yg setahun belum tentu sekali.
Mira Lesmana dkk, produser butik, bikin film terbatas, tapi mereka berusaha kualitasnya baik bs masuk festival di mana2.
Ada juga produser yg fokus dpt investor biar filmnya bs jalan, ekonomi sdh muter klo udh dapet investor.
hubungan bisa saling ngobrol dan saling tawar-menawar; di satu sisi kita melihat orang film yg plg sering berantem dari zaman BT2N, Dewan Film Nasional, dll. di bidang seni yg lain jarang dengar ada yg berantem.
film dianggap penting shg diberikan institusi khusus utk atur dan kendalikan mereka, lalu orang2 banyak ini kuenya kecil sekali, laporan Bekraf, 1% dari Ekonomi Kreatif itu.
tapi kita sibuk diskusi shg kita butuh sertifikasi kompetensi yg baik dan berguna utk industri, itu relatif cepat, dalam satu tahun proses berjalan, relatif cepat. yg Musik lebih lama (mental lagi), UU yg lain msh susah, kita udh punya UU Film, skrg lg persiapan ada UU baru.
bukan bidang yg sgt ideal negosiasinya, tapi bisa berjalan, semua org bs utarakan uneg2 dgn lancar dan ada yg menjawab. terjadi dialog misalnya antara pengusaha bioskop dgn produser film.
bioskop yg dulu sgt monopolistik, skrg dgn bangga ikut mengumumkan jumlah penonton bioskop tahun 2018 49 juta, tahun 2019 ada 51 juta dst. [Jadi, ada kebanggaan dan kordinasi antara para pelaku Industri Film dari hulu/tahap produksi sampai hilir/tayang di bioskop]

[Tambahan jawaban dari mas Sugeng]
BLT tdk spesifik utk pekerja film, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan merilis bulan April 2020 lalu form utk mendata pelaku budaya yg terpapar Covid-19, sampai td malam dicek ada 27 ribu atau 29 ribu, yg sdh isi form ini. Borang ini isinya spt BLT tadi, dibagi dua tahap, prioritas pertama dan kedua, msg2 akan terima uang cash lewat rekening. Apresiasi Pekerja Budaya (APB), sampai detik ini pengaturannya msh nunggu konfirmasi. verifikasi hrs lewat karya, ke website tsb. Nominal yg akan diterima Satu Juta Rupiah untuk setiap pekerja yg terverifikasi.

By Hendar Putranto

I am a doctorate student in Communication Science, FISIP Universitas Indonesia, starting in 2019. Hope this blog fulfills my studious passion to communicate?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *