Mari kita simak dua gambar berikut ini (sumber: dapat dari teman di sebuah grup WA yg saya ikuti):
Benarkah echo chamber effect dampaknya merusak demokrasi (digital) yang ada dan berlangsung sekarang ini?
Apakah keberadaan filter bubble dan algoritma biner justru membuat para digital citizens (denizens) semakin berada dalam lingkaran (tertutup) like-minded ethnocentric groups nya alih-alih dicemplungkan secara alamiah dan didorong untuk “berdialog” dalam lingkungan yg berbeda (beragam) dengan potensi2 dissent atau ketidaksetujuan yang sangat mungkin terjadi?
Jika user choice merupakan ultimate value sekaligus harga yang harus dibayar berkat adanya kemajuan teknologi informasi digital sekarang, tidakkah tersedia ruang alternatif untuk memilih masuk dalam “lingkungan percakapan dan pergaulan digital” yg mensyaratkan adanya perbedaan dan keragaman dan lalu memilih untuk bermukim di dalam ruang tersebut sebagaimana secara fisikal dan luring kita tidak pernah bisa memilih siapa-siapa orang yang menjadi tetangga (neighborhood) kita?
Demikian uneg2 yang mengemuka dari observasi ringan atas sejumlah kejadian sosio-politis yang saya alami beberapa bulan tahun terakhir ini, terutama saat perhelatan politik besar tingkat nasional (Pilpres 2014, Pilpres 2019) dan saat wabah besar melanda umat manusia (Pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020 ini).
Semoga saya (dan Anda) mendapatkan jawabannya dalam perjalanan studi saya (dan Anda) nanti.
salam,
Hendar