Categories
Uncategorized

Refleksi personal atas Sesi 01 Pengajaran MatKul Metode Penelitian Kualitatif

Refleksi Personal atas Sesi 01 Perkuliahan
[Kamis, 1 Februari 2024]

Pre-teaching quotes

1) Jika paradigma adalah suatu cara untuk melihat permasalahan (realitas), maka metode merupakan cara yang spesifik untuk mendekati masalah (realitas) tersebut.
2) Ketika saya (kami) memahami metode sebagai ‘jalan untuk mendekati masalah,’ maka terlihat ada banyak jalan masuk dan tentu saja ada banyak jalan keluar dari masalah yang didekati tersebut. Jadi, ada banyak jalan menuju “ROMA.”
3) Orang yang memahami mengapa-nya sesuatu (terjadi), hampir selalu dapat menemukan dan memikul aneka ‘bagaimana’ yang menyertai pemahaman tertentu atas mengapa-nya sesuatu (terjadi) tersebut.

Catatan pelengkap dari tiga kutipan di atas:
1) Paradigm comes from Greek παράδειγμα (paradeigma); “pattern, example, sample”; from the verb παραδείκνυμι (paradeiknumi); “exhibit, represent, expose”; and that from παρά (para); “beside, beyond”; and δείκνυμι (deiknumi); “to show, to point out”.
Method (Ancient Greek: μέθοδος, methodos, from μετά/meta “in pursuit or quest of” + ὁδός/hodos “a method, system; a way or manner” of doing, saying, etc.), literally means a pursuit of knowledge, investigation, mode of prosecuting such inquiry, or system.
problem (n.); late 14c., probleme, “a difficult question proposed for discussion or solution; a riddle; a scientific topic for investigation,” from Old French problème (14c.) and directly from Latin problema, from Greek problēma “a task, that which is proposed, a question;” also “anything projecting, headland, promontory; fence, barrier;” also “a problem in geometry,” literally “thing put forward,” from proballein “propose,” from pro “forward” (from PIE root *per- (1) “forward”) + ballein “to throw” (from PIE root *gwele- “to throw, reach”).
3) bandingkan dengan aforisme yang disampaikan filsuf Friedrich Nietzsche dalam bukunya, Die Götzen-Dämmerung (Twilight of the Idols): “He who has a why to live for can bear almost any how.” [Hat man sein warum? des Lebens, so verträgt man sich fast mit jedem wie? >> << He who has a Why? in life can tolerate almost any How? dari Maxims and Arrows, 12], sebagaimana diterjemahkan oleh pemikir eksistensial, Viktor Frankl, dalam adikaryanya, Man’s Search For Meaning (1946). Lihat: https://en.wikiquote.org/wiki/Friedrich_Nietzsche

Post-teaching quotes (based on class activity-reflection)

1. Mencoba kembali masuk dalam lived experience of teaching in the classroom. It feels good, a little bit awkward at first, but then I got the vibe and run smooth alias omon-omon jadi lancaaar. Kontrak perkuliahan memang ada yang bersifat umum (nomothetic) tapi ada juga yang bersifat khusus (idiographic) dan keberlakuannya hanya ada di kelas yang kuampu saja, khususnya dalam hal penggunaan gawai selama berada di dalam kelas dan mengikuti perkuliahan. Bukan hanya “With great power there must also come great responsibility” (Spiderman) tapi “Openness & becoming-in-dialogue is a strength, not a weakness.”

2. Bertolak dari pertanyaan mahasiswa di kelas (CA)
Berasumsi (unwarranted assumptions) itu tidak baik-baik saja dalam kerangka menjadi pembelajar metode riset kualitatif. Lebih baik kita menunda berasumsi apriori dan lebih mendahulukan sikap “nanti saya cek lagi betul tidaknya (kejadian/fenomena itu).” Keberanian untuk menunda penilaian dan putusan berdasarkan data yang belum cukup dan temuan yang masih sumir adalah sebuah sikap moral moderasi yang amat dianjurkan untuk diadopsi para novice researchers.

3. Bagaimana membedakan paradigma dengan metode dapat diibaratkan seperti (a) pegang tumbler dengan etched name di baliknya, dan (b) menyentuh dan/atau menaiki gajah. We can never arrive at the WHOLE of Reality. What we get is just a glimpse, partial view of reality. Padahal ini untuk objek ‘penelitian berbasis pengindraan empiris’ yang amat terbatas, yang menempati ruang-waktu tertentu dan terbatas. Apalagi untuk ‘objek-objek penelitian berbasis di luar pengindraan empiris’ yang lebih makro dan kompleks, seperti, persepsi akan korupsi, indeks demokrasi, keadilan gender, diskriminasi ras, integritas moral, well-being, tingkat kebahagiaan masyarakat, dsb.

By Hendar Putranto

I am a doctorate student in Communication Science, FISIP Universitas Indonesia, starting in 2019. Hope this blog fulfills my studious passion to communicate?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *