1741 kata.
Keywords: Digital Natives or Generasi Milenial; Social Media or Social Networking Sites; Kompetensi Komunikasi Antarbudaya (ICC) dan Manajemen Konflik Antarbudaya dan Lintasbudaya (ICCCM)
Semoga mencerahkan.
Refleksi Moral-Etis berdasarkan pandangan filsuf dan sastrawan, Iris Murdoch, dalam bukunya The Sovereignty of Good (1970)
Refleksi ini dituangkan dalam bentuk surat terbuka yang ditujukan untuk menggugah kesadaran Gubernur DKI Jakarta tentang problem warga miskin kota, urbaan poor workers, atau PMKS dalam istilah Perda DKI Jakarta [yg menjabat waktu itu saat tulisan ini dirilis, tahun 2004, adalah Sutiyoso]
Semoga tulisan ini menggugah compassion kita.
Tabik!
Hendar Putranto
Sebuah catatan ringan dan tanggapan kikir (1700an kata saja) untuk paparan Dr. Bastian Nainggolan dalam Sidang Terbuka Promosi Doktoral Ilmu Komunikasi, Kamis, 9 Juli 2020.
Selamat bang Bestian atas pencapaian tertinggi (formil keilmuan) menjadi Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas Indonesia.
Membanggakan!
Selamat mengemban amanah yg terlahir dengan sematan baru ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan mencerahkan.
Tabik!
Hendar
Penyelenggara: Pusat Pengembangan Etika Universitas Atmajaya Jakarta
Topik Pembahasan: Kepemimpinan, Komunikasi, dan Kesehatan di era Pandemi COVID-19
Waktu: Rabu, 8 Juli 2020, pukul 19.21.10 WIB
Aplikasi: ZOOM Virtual Meeting
MC = ibu Dorien Kartikawangi, Kaprodi Ilmu Komunikasi Atmajaya
Moderator = bang Yeremias Jena, PPE Atmajaya
Pembicara pertama:
dokter Sintak: Fenomenologi Kebingungan, bukan hanya Anda dan saya yang bingung ttg Covid-19 ini; pemerintah bingung; gugus tugas bingung; para dokter dan tenaga medis pun bingung krn hal semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah, terutama terkait dengan bagaimana mengidentifikasi (dan lalu melindungi diri dari potensi penularan karena) orang tanpa gejala atau asimtomatik dan penelitian terkini yang diusung ratusan peneliti (dan sedang diajukan agar WHO mau merevisi pandangannya) yaitu bahwa virus Covid-19 dapat menular lewat udara (airborne).
Pembicara kedua:
Eri Seda: pasca-Pandemi Covid-19 ini, yg terjadi bukan hanya normal baru, tapi masyarakat baru, dikarenakan adanya perubahan sosial yg dipaksakan dgn protokol kesehatan, social/physical distancing, digitalisasi komunikasi (lewat virtual meeting, dll), Revolusi Industri 4.0.
Pembicara terakhir:
Prof. Alois: saat Pandemi ini, kita perlu juga melihat secara cermat soal citizen journalism, yg tdk dapat dipisahkan dgn tingkat literasi, dan macam2 aspek lainnya. Hoax, meskipun deceptive tapi humorous.
Postingan hoaks terkait Pandemi sejak 16 Maret – 7 Juli 2020, ada 351 hoaks.
7 jenis hoaks sbg mis-disinformasi di masa Pandemi (sumber: Covid19.co.id):
1) satire atau parodi
2) konten menyesatkan: benarkah COVID ada?
3) konten tiruan: foto persebaran Corona dikatakan “Welcome back” Zona hitam Bogor (padahal tdk ada itu Zona hitam)
4) konten palsu: 1000 santri tdk sadarkan diri setelah tes Covid-19
5) konten yg salah: Kementan produksi massal kalung anti Covid-19
6) konteks yg salah: dokter gigi di surabaya yg telanjang krn stress suami dan anaknya mati krn Covid-19. (klaim konteks yg salah, suami dan anaknya sehat dan berada di rumah)
7) konten yg dimanipulasi: pernyataan Gubernur Jateng yg dipelintir
6 cara identifikasi hoax:
1. waspadai judul provokatif
2. cermati alamat situs
3. sumber berita siapa
4. periksa foto
5. kalau temukan, laporkan ke aduankonten@mail.kominfo.go.id
6. ikuti grup diskusi anti hoax spt turnbackhoax.co.id
Pertanyaan Hendar:
Salah satu konsep dari social theory yang cukup banyak dibahas selama beberapa dekade terakhir ini adalah agency. Persoalannya bukan hanya human agency seperti dibahas sosiologi Giddens, dll., tapi juga sejak Latour dkk di era awal 1980-an menggagas munculnya non-human agency sbg objek kajian Sosiologi, konsep antropomorfis dalam ilmu2 dan teori2 sosial mulai dipertanyakan. Melihat kemunculan dan dampak hebat yg disebabkan Covid-19 ini benar2 luar biasa dan ini diakibatkan ulah virus (yg dari zaman ke zaman hidup manusia selalu ada mulai dari Cacar, Polio, SARS, Ebola, HIV, Flu sampai Covid sekarang ini): Apakah kajian sosiologi, filsafat dan etika sekarang dapat dikembangkan ke arah kajian non-human agency seperti keberadaan virus ini?
Sesi Webinar ini bertujuan untuk berbagi analisis tentang Penggunaan Data Media Sosial untuk Kepentingan Politik. Sayangnya, terminologi kepentingan politik di sini terlalu sempit didefinisikan pada politik praktis elektoral yaitu soal Pilkada dan Pemilu, entah yang sudah berlalu (2012, 2014, 2019) maupun yg akan datang (2020, 2024), bukan Teori2 Politik atau Politik Normatif, juga bukan Etika Politik ataupun Politik Internasional/Global. Itulah sebabnya saya bertanya ttg concern Etika (berMedSos) dalam sesi Webinar ini karena meskipun aspek Etika ini banyak diandaikan dan diharapkan (untuk dilakukan para penggiat MedSos, entah Buzzer atau Users, atau politisi), tapi aspek ini hampir tidak diulas secara mendetil oleh para pembicara.
Semoga kontribusi saya dapat berterima untuk memperkaya khazanah peserta Webinar tadi (iya kaleeee klo diperhatiin … hehe)
Berikut sejumlah screenshot materinya juga sesi tanya jawab (chats) yang berhasil saya catat.
Tabik!
Keywords:
Computer Ethics
Information Ethics
Informational Privacy
Daftar Pertanyaan yg mungkin ditanyain sama Audiens pas sesi IGLive bersama mas Verdy, 1 Juli 2020
Jawaban singkat:
1. Gmn sih ceritanya Hendar kok Anda bs tertarik mengulas kedua pemikir ini? Tolong di-share-kan
yg FLORIDI: (1) awalnya: pas lg nyusun rancangan proposal buat masuk Program Doktoral UI (Agustus 2019); (2) diperdalam: pas lg nyusun paper UTS dan UAS Seminar Filsafat dan Etika Komunikasi (November-Desember 2019); (3) diperdalam lg pas nyusun paper UTS dan UAS Seminar Proposal Disertasi (Mei 2020);
yg TAVANI: baru2 ini aja, sekitar bulan Mei-Juni 2020 pas lg baca2 topik seputar Etika Komputer dan isu Privasi di Era Informasi
2. Siapa tuh Tavani? Floridi?
Dosen dan peneliti, Editor Jurnal; juga penulis artikel + buku yg produktif (masing2 sdh menghasilkan lebih dari 100 tulisan yg terpublikasi di jurnal/Proceeding/Ensiklopedia dan buku/bookChapter);
Minat riset mereka kebetulan sama yaitu membahas isu2 Etika, khususnya utk kajian Computer Ethics dan Information Ethics.
3. Emang Tavani sama Floridi udah nulis apa aja?
Udah banyak banget, lihat di slides terpisah
4. Dari mana sih asalnya dua orang ini? Amrik? Inggris?
Tavani lahir di Amerika Serikat dan sampai sekarang tinggal di sana; Floridi lahir di Italia, lalu pindah ke Inggris dan menetap di Oxford
5. Siapa duluan yg terkenal? (Jawab: Floridi). Kok bs Floridi bs “lebih” terkenal daripada Tavani? Apa buktinya?
Kalau secara kronologi sih Tavani dulu yah, karena sudah sejak awal 1990-an beliau menulis soal isu2 Etika Komputer dan Cyberethics;
Setelah tahun 2000-an, Floridi yg lebih naik daun, apalagi setelah ia menerbitkan Magnum Opusnya, The Philosophy of Information (2011), The Ethics of Information (2013), dan The Logic of Information (2019).
Selain itu, sudah ada dua buku yg didedikasikan utk membahas impact pemikiran Floridi, yg satu 2011 (Editor: Dimhi), yg satunya 2013 (Editor Patrick Allo), dan satu edisi khusus Special Issue Jurnal Metaphilosophy yg membahas aspek2 pemikiran Floridi (2010);
Sementara, utk Tavani, belum ada baik buku yg disunting maupun special issue jurnal yg didedikasikan utk membahas pandangannya
6. Clash point mereka ada pada topik bahasan apa?
(1) Informational Privacy (2008-2010)
(2) Artificial Moral Agent (AMA) dan Distributed Morality (2013-2018)
Kutipan transkrip dari Video part 1:
V: kesempatan hari ini mungkin … nggak tahu ini topiknya ringan atau berat mas Hendar?
H: kita bawa ringan aja mas Verdy (smile)
V: iya iya, saya baru pertama ini membuat topik (di IG Live) ada pemikiran gitu, biasanya santai2 ini kuliah atau apa gitu lho jadi makanya, sepertinya kalau tidak ikut kelas ini tidak lulus SKS sepertinya, gitu lho. Makanya saya harus wajib hadir utk memenuhi syarat 80% kehadiran.
H: ya, nanti kita cek daftar hadirnya ini
menit 26-27
H: tapi intinya Google comply with the rules (GDRP #salah sebut, seharusnya GDPR = General Data Protection Regulation) karena itu sifatnya aturan yang mengikat se-Uni Eropa. Nah saya juga membayangkan apakah nanti, salah satunya, jika RUU Perlindungan Data Pribadi yg sekarangsedang dibahas DPR ini nanti jadi, misalnya, apakah salah satu pasalnya nanti memasukkan the rights to be forgotten ini? Itu juga poin yg menarik, karena kan Google juga beroperasi di Indonesia. Jadi misalnya contoh ada beberapa kasus di mana ada penyebaran data pribadi yang sifatnya damaging the reputation, entah itu politisi, entah itu artis selebritis, mungkin mereka bisa saja meminta kepada Google utk tidak memasukkan nama (mereka) itu ke dalam mesin pencari. Ya contoh ada kasus skandal lah, entah itu skandal seks, skandal politik, ada skandal hukum gitu ya. Tetapi juga di sisi yang lain, ada yg kita sebut yang sudah jadi UU, Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), nah (persoalannya) bagaimana publik juga boleh mengetahui rekam jejak kandidat pejabat publik dalam, misalnya Pilkada 2020 ini.
Keywords: Tavani; Computer Ethics; Privacy; ICT Ethics; Genomics
Dalam rangka persiapan mengisi acara IG Live bersama teman seangkatanku di Program Doktoral Ilmu Komunikasi UI, mas Verdy Firmantoro.
Semoga bermanfaat yah
Cheers!
Hendar
Tavani, H. T. (2001). The state of computer ethics as a philosophical field of inquiry: Some contemporary perspectives, future projections, and current resources. Ethics and Information Technology 3, 97–108.
Sudah sejak akhir 1990-an dan awal 2000, Tavani mengulik secara serius kajian tentang Computer Ethics, melanjutkan para pioneer dalam kajian ini mulai dari Norbert Wiener sampai James Moor, Johnson, dan Bynum (menyebut beberapa saja yang otoritatif). Pada artikel seminal ini, Tavani (2001) memberikan gambaran besar tentang tiga aspek penting dari Computer Ethics sebagai sebuah ranah filosofis, yaitu perspektif kontemporer, proyeksi masa depannya, dan sumber-sumber rujukan yang ada sekarang.
Ada sejumlah topik yang dibahas dalam artikel ini, seperti sejumlah (beragam) metodologi untuk menganalisis Etika Komputer itu seperti apa, keunikan pertanyaan2 seputar Etika Komputer, dan spekulasi yang berkembang tentang dampak dari globalisasi dan mentasnya Internet. Juga disinggung kekhawatiran bahwa Etika Komputer itu akan “menghilang” dari wacana Etika di masa depan. Selain itu, juga ditampilkan sejumlah deskripsi ringkas tentang sumber2 rujukan yang tepercaya ketika membahas Etika Komputer seperti jurnal, buku teks, konferensi dan asosiasi (profesi).
Key words: conceptual muddles, cyberethics, disclosive computer ethics, global information ethics, internet
ethics, just consequentialism, logical malleability, mainstream computer ethics, policy vacuums
Pada 2008, Tavani bersama Himma menyunting sebuah buku yang dianggap milestone dalam bidang kajian Etika Komputer, berjudul The Handbook of Information and Computer Ethics.
Berdasarkan kata pengantar yang disampaikan Johnson untuk buku ini, ranah Etika Komputer mlai muncul di akhir 1970 awal 1980-an. Buku karya Joseph Weizenbaum berjudul Computer Power and Human Reason (1976) dianggap karya utuh perdana yang mendiskusikan secara serius sejumlah implikasi-implikasi sosial yang serius (deep) dari keberadaan teknologi baru, yaitu Komputer. Sebelumnya, isu privasi juga sudah dibahas beberapa pemikir, di antaranya buku karya Alan Westin dan Michael Baker berjudul Data Banks in a Free Society (1972). Karya-karya yang bernuansa lebih filosofis baru muncul di tahun 1980-an dan pada 1985, seorang filsuf dari USA bernama Terrell Bynum mempublikasikan edisi khusus (SI) dari jurnal yang dikelolanya, Metaphilosophy, yang menghimpun sejumlah tulisan (bahkan ada kontes esei terbaik!) yang terbuka untuk dibaca sidang pembaca komunitas filsafat yang lebih luas. Tahun itu juga (1985), buku Johnson berjudul Computer Ethics diterbitkan.
Btw, dilanjut besok lagi yah pembahasannya .. udah ngantuk nih..hehe