1040 kata
Author: Hendar Putranto
I am a doctorate student in Communication Science, FISIP Universitas Indonesia, starting in 2019. Hope this blog fulfills my studious passion to communicate?
Tulisan ini sudah terpublikasi di Jurnal Kawistara, terbitan Pascasarjana UGM, edisi ketiga tahun 2019.
Berikut doi-nya: https://doi.org/10.22146/kawistara.45913
Darurat korupsi mengiris keutuhan tubuh negeri
Penangkapan pucuk pimpinan sejumlah lembaga tinggi negara seperti Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua DPR, Ketua DPD, ketua BPK, juga beberapa ketua partai politik, puluhan hakim, dan aparat pengadilan (nonhakim), ratusan anggota DPR dan kepala daerah, puluhan menteri dan pejabat eksekutif di bawah menteri, ratusan anggota DPRD kota/ kabupaten, juga ratusan orang dari pihak swasta selama periode 2004-2018 menegaskan situasi darurat korupsi di Indonesia pasca-reformasi. Menguatnya kelembagaan KPK, membaiknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia selama 20 tahun terakhir ini (Transparency International, 2018), berkembangnya inisiatif masyarakat sipil seperti Gerakan “Saya Perempuan Anti Korupsi” (SPAK) untuk mencegah korupsi (Gabrillin, 2019), serta meningkatnya kesadaran anti-korupsi di tingkat sekolah menengah dan pendidikan tinggi (ACCH, 2011; Bernie, 2019; Zain, 2019), ternyata tidak serta-merta mendorong terbentuknya ‘perilaku antikorupsi’ yang konsisten dari para pejabat publik negeri ini. Pertanyaannya, mengapa korupsi masih saja terus terjadi juga meskipun KPK sudah melakukan tindak pencegahan dan pemberantasan korupsi secara terstruktur, sistematis dan massif sejak berdirinya?
Herry-Priyono, seorang cendekia (dosen tetap) di STF Driyarkara sekaligus aktivis gerakan sosial pada paruh pertama 1990 secara mendalam merefleksikan keprihatinannya soal korupsi yang sejak lama menggerogoti kekayaan negeri ini. Keprihatinannya tidak berhenti di angan-angan belaka, namun berbuah produktif dan berujung pada solusi. Buku yang mulai ditulisnya sejak akhir tahun 2017 dan diselesaikan pada November 2018 ini merupakan ikhtiar mulianya untuk menyumbangkan kajian pustaka yang khas, solid, dan terukur untuk memahami keluasan definisi (arti) korupsi. Selain itu, sejumlah implikasi teoretis maupun praktis juga direfleksikannya berdasarkan keluasan arti korupsi sehingga menghasilkan beberapa pokok agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi … (to be continued at Jurnal Kawistara website)